REFLEKSI
KE – 13
Tri
Rahmah Silviani | 15709251035 | PPs Pmat A
Selasa
15 Desember 2015
Pukul
11.10-12.50
Ruang
305b gedung pasca lama.
Dosen
Pengampu: Prof. Dr. Marsigit, MA
UJIK PETIK THE CRITIQUE OF PURE REASON
Assalamualaikum warrahmatullahi
wabarakatuh.
Pada
pertemuan kali ini kami melaksanakan uji petik, uji petik itu ialah menggunakan
ilmu filsafat dengan bacaan filsafat untuk meningkatkan dimensi. Inilah yang
namanya the real (sebenarnya) dari belajar
filsafat. Uji kali ini menggunakan tulisan dari Immanuel Kant, yang berjudul “The
Critique of Pure Reason” yang ditulis pada tahun 1781. Tulisan ini bisa dibaca
pada http://uny.academia.edu//MarsigitHrd.
Teknik
pelaksanaan uji petik ini yaitu, Prof Marsigit menampilkan tulisan dari
Immanuel kant tersebut perparagraf atau per kalimat, kemudian kami menyimpulkan
apa yang dibicarakan pada bagian yang ditunjukkan oleh Prof tersebut. Ada dua
puluh bacaan yang disajikan dalam ujian ini, dan seperti pada tes jawab
singkat, mahasiswa PPs PMat A belum ada yang mampu menjawab uji petik ini
dengan sempurna.
Seorang
matematikawan hebat saja membutuhkan waktu 3 tahun untuk memahami ini. Kalimat dalam
buku tersebut ditulis dalam kalimat filsafat atau kalimat analog. Tulisan ini
berjumlahan 400san halaman. Di Indonesia orang-orang sedang mengalami
penderitaan untuk mencapai kemerdekaan, beliau sudah memikirkan tentang ini. Karena
hobinya membaca buku dan memikirkan atau mensintesiskan tesis dan anti tesis
sampai-sampai beliau tidak berpikir untuk menikah. Bacaan yang disuguhkan oleh
Prof marsigit pada kami adalah preface
atau pengantar dari bukunya Immanuel kant.
Perlu
diketahui bahwa tidak mudah untuk memahami tulisan Immanuel kant karena
menggunakan bahasa pengandaian. Misalnya pada kesimpulan tentang waktu, “time is not an imperical conception”
yang berarti bahwa waktu bukanlah pengalaman namun waktu memerlukan ruang maka
waktu tidak mungkin berdiri sendiri jika tidak ada ruang. Dapat kita
definisikan bahwa waktu haruslah bergabung dengan ruang misalnya pada kata
“kapan”, kapan hanya bisa bermakna jika ada dimana, maka tidak ada dimana jika
tidak ada kapan. Waktu hanya punya satu dimensi dan waktu tidak bersifat discursive, misalnya bulan, bulan beisi
minggu, minggu berisi hari maka itu adalah ruang untuk mendefinisikan waktu. Ada kalimat transcendental expositon of the concept,
maksudnya bahwa waktu yang berdimensi antara waktunya para dewa dan waktunya
para daksa. Kemudian ada kalimat transcendental
esthetic, maksudnya adalah hakekat menentukan metode atau nilai kebenaran
dan keindahan. Jangan kebalik dalam memaknai ini, bukan keindahan yang
menentukan kebenaran tetapi kebenaran yang menentukan keindahan, misalnya
kecantikan tidak bisa menjadi pangkal dari kebenaran. Ada kalimat thing in
themselves dalam preface buku ini itu maknanya adalah yang ada, jadi
ontologinya segala sesuatu itu adalah thing inthemselves (yang ada pada
dirinya sendiri).
Kesimpulan
saya dalam refleksi ini yaitu bacalah dan teruslah membaca karena filsafat itu
menggunakan bahasa analog. Kita tidak dapat menyimpulkan segala sesuatu dengan
hanya sekali membaca karena bahasa filsafat itu berbeda dengan bahasa orang
awam.
Demikianlah
refleksi ini. Semoga bermanfaat dan mohon maaf apabila ada kesalahan kata dalam
refleksi ini. Wassalamu alaikum wr wb.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar